Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Makan Besar

Makan besar 

Lasia Kabran 

( Penggalan novel guru Melati) 

Hujan baru saja berhenti.

Aku menghela sepeda keluar rumah. Jaket hujan yg sudah ku siapkan kulipat rapi dan dimasukkan ke dalam tas plastik pembungkus jaket hujan. Mak cik Erna tetanggaku melongokkan kepalanya di jendela kayu yg berderit ketika dibuka .

Sekolah Bu guru? Jalan nak ke sekolah pasti becek dan ledah. Ujarnya sambil menggulung tirai jendela rumahnya agar masuk cahaya dari luar. Aku hanya tersenyum tanpa mengeluarkan kata kata...dan sudah terbayang di benakku jalan yang berlumpur ketika hujan dan berdebu ketika musim kemarau.

"Saye jalan ye Mak cik" ucapku meninggalkan halaman rumah yg masih terdapat genangan air.  Perjalanan dari rumah ke sekolah ku tempuh selama dua puluh menit. Selamat dalam perjalanan aku memilih jalan yg kering, salah memilih jalan , roda sepeda akan terpeleset dan air kubangan akan menerima ku dengan senang hati. Jalanan masih sepi

Anak anak yang biasanya  berpapasan denganku belum tampak.

Halaman sekolah digenangi air  hujan yang turun semalaman. Jika hujan air laut pun naik, sampai ke halaman sekolah. Untung saja pelataran sekolah yang tinggi tidak digenangi air. Sejak aku bertugas di desa ini sebagai guru, kakiku akan terasa gatal jika terendam air hujan yg bercampur dengan air pasang laut. Kata dokter di puskesmas aku alergi. Aku senderkan sepedaku dibawah pohon manggis yg disediakan tempat penyanggah sepeda guru dan murid.

Aku berjalan ke ruangan majelis guru. Sesampai di ruang majelis guru aku mengganti sepatu sandalku dengan sepatu boot yg terbuat dari plastik yang akan lindungi jemari kakiku. Aku harus berkeliling melihat situasi sekolah, ruang kelas, apakah ada yang bocor? . maklumlah bangunan sekolah yg sdh lama, terbuat dari papan. Yang ditinggikan dengan berlantai kayu.

"Cek gu Melati"  Mak cik Marni bergega mendatangi ku. "saye disuruh ayah Intan antar asam pedas Lomek untuk makan siang Intan dan kawan kawannya siang nanti " kebetulan suami saya banyak dapat ikan Lomek subuh tadi, boleh tak bu? Tanyanya padaku." Mengapa tidak? Antar lah..pasti sedap ujarku.

Suasana belajar hari ini lebih riuh, jam olahraga kualihkan dengan kegiatan membaca di pustaka. Pak Randi tak dapat hadir mengajar, istrinya baru saja melahirkan. Dan jika hujan begini air sungai yang bermuara ke laut Bengkalis mengakibatkan banjir yg menutupi jembatan kayu, takkan dapat ditempuh  jika belum lihai menggunakan motor dijalan yg berlumpur.

Atan yg tak mau diam bermain bole di Selasar kelas, suara gaduh yang tak dapat dihentikan. Keriuhan itu berhenti ketika Mak cik Marni memanggil  Atan, minta tolong untuk mengangkat termos nasi dan panci makanan. Aling menenteng pisang. Intan menggelayut di lenganku.

" Cek Gu,  nenek minta Mak cik Mar buat asam pedas lomek sama goreng ayam bumbu untuk kelas kite"  kata ayah hari ini nenek nak sedekah, bayar nazar.

Intan bercerita dengan mata yang berbinar binar, gadis piatu yang selalu bermanja padaku. Kulihat Husin Ayahnya Intan melambaikan tangannya dari balik jendela pintu mobil pickupnya, aku hanya memgagguk  melemparkan senyum. Ayah yang baik.

Hari ini sekolah kami tidak menerima  MBG dari kecamatan. kekhawatiran orang tua dan penolakan lauk pauk yang tidak diminati anak anak.sayang selalu bersisa. Kali ini mereka mendapatkan makan siang dengan  asam pedas lomek dan goreng ayam bumbu, kulihat ada sbal belacan dan ulam tenggek burung, dan daun gajus.

Yuk Bu guru..titik ae liu, ucap Atan tak sabar ingin segera menikmati asam pedas ikan Lomek.

Posting Komentar untuk "Makan Besar"