Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

THR


Malam 27 Ramadhan, malam yang ditunggu tunggu setiap tahun. Pada saat kanak kanak sepuluh hari diakhir Ramadhan bapakku selalu membuat lampu colok yang mengelilingi halaman rumah kami yang luas 60x 50 meter. Tanah seluas itu dikelilingi lampu colok dan itu dibuat oleh tangannya sendiri. Rumah kami sangat marak pada saat itu dan orang kampung tau bahwa bapakku orang Melayu yang selalu menerapkan tradisi 7 likur.

Kini malam 27 Ramadhan kujalani tanpa bapak, aku hanya duduk di balkon rumahku, melihat lampu taman disepanjang kompleks, tak ada riuh rendah suara anak-anak ke masjid, Sepi dan pilu. Suara adzan sayup terdengar.

Notifikasi WhatsAppku berbunyi, kulihat ada pesan masuk dari Iwan, penjaga kebun. " Bu ada THR untuk kami?" Pertanyaan yang simpel dan penuh pengharapan. Aku masih mengingat bapakku, setiap malam 27 Ramadhan 30 tahun yang lalu. Aku ditugaskan bapak memasukkan uang ke dalam amplop kecil yang tepian amplop ada warna merah biru. Memasukkan lembaran uang limaratus rupian sebanyak 5 lembar. Ada 15 amplop yang harus kuisi. Sambil mengisi amplop bapak bercerita, bahwa uang ini sangat dibutuhkan oleh gharim masjid yang juga mahasiswa selalu bapak dan ibuku bantu, ada penjjaga ladang dan beberapa keluarga jauh bapak yang kurang beruntung , selalu dibantunya. Sebenarnya aku ingin melanjutkan tradisi bapakku. Namun Pesan Iwan di WhatsAppku hanya kubaca dan belum kujawab. Karena sampai saat ini aku belum menerima THR, bagaimana aku akan berbagi? (Lasia Kabran)


Posting Komentar untuk "THR"