Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

KOREANSAN 5

 


Suasana ruangan rapat masih hening, beluma ada orang lain,hanya ada aku dan pak Hendro, aku mengambil kursi disisi samping kiri meja utama rapat yang berhadapan dengan kursi para manajer. Kursi yang tersedia di ruang rapat ada 18, disusun secara melingkar di meja besar yang berbentuk oval. Kursi utama kulihat lebih besar dari kursi yang lain, dengan sandaran kursi lebih elegant dihiasi ukiran jepara,  sepertinya kursi itu disediakan untuk Mr.Song Dhu Koen. Sementra kursi yang lain ukirannya sama.

Dari kejauhan, Sayup kudengar suara sepatu yang bersentuhan dengan lantai, ada dua irama yang kudengar dengan hentakan kaki yang berbeda, dan aku sangat hafal hentakan kaki mereka. Aku hanya menunggu mereka mengetuk pintu ruangan rapat, kulirik pak Hendro yang sudah duduk di kursi yang terletak persis bersebalahan dengan kursi utama dan menghadap pintu masuk ke ruangan rapat. Kulihat beliau menekur di depan laptopnya, bergeming. Ketukan pintu ruang rapat yang terletak dihadapannya membuat mata pak Hendro berpaling dari laptop, dan aku kenal suara yang mengucapkan salam, hemmm, mulailah Ira berakting, suaranya dibuat semerdu mungkin, gumamku dalam hati.

“Assalamualaalikum, Selamat pagi Pak Hendro, maaf pak saya belum terlambat kan?”tanyanya. Pak Hendro tersenyum dengan melihat sekilas jam tangannya, “ O.. belum, masih ada satu jam lagi, silahkan duduk Ira, kamu bisa memilih duduk dimana kamu merasa nyaman saja.” Ira memilih kursi yang persis berhadapan dengan pak Hendro, dan berjarak dua kursi di sebelah kiriku. Ku lirik Ira, dan memberi kode kedipan mataku,,, dia ngakak tanpa mengeluakan suara, hanya mulutnya dibuka lebar dengan mengguncang tubuhnya, aku tak tahan , dan lepaslah suara tawaku. Pak Hendro memalingkan wajahnya dari laptop dan melihatku dengan mata tajamnya. Aku segera menutup mulut dengan tanganku dan berusaha menahan gelak tawaku. Berikutnya seperti tebakanku, Dini mulai mengetuk pintu, disusul dengan ucapan salam yang sangat santun dengan suara soprannya. Kulihat pak Hendro tersenyum manis dan menyapa Dini untuk memilih kursi yang nyaman untuk ditempatinya, si hidung bangir mengedipkan mata kirinya padaku, aku hanya meleletkan lidahku, biasalah  ucapan salam kami memang aneh…

Secara bergiliran semua kepala devisi dan beberapa petinggi perusahaan ini mulai berdatangan. Semakin mendekati waktu miting, rasa ingin ke kamar kecil tak dapat kubendung,  aku beranjak meninggalkan kursi, sebelumnya tentu minta izin pada pak Hendro. Aku bergegas ke ruangan toilet untuk wanita, setelah kukeluarkan semua, ada rasa lega dan lebih nyaman. Kulirik cermin di ruangan ekslusif ini, kutata hijabku, kupatut wajah dan dandananku, masih fres dan kutarik bibirku membentuk senyum, geligiku bersih. Haiii, masih manis, dan jangan gugup yaaa, kata hatiku pada si pemilik senyum di dalam cermin itu. Yah,,,caraku memotivasi diri yang diajarkan almarhum ibuku disetiap aku merasa gugupku.

 Aku meninggalkan toilet wanita dengan sedikit lebih nyaman, berjalan dengan pelan menuju ruangan rapat, sambil melepas rasa tegang. Aku melihat beberapa lukisan terpampang di dinding kantor yang sengaja dipilih beberapa lukisan abstrak dan natural. Aku senang dengan seni lukis, ada keinginan untuk melukis di kanvas, tapi kapan yaa? Selalu ada rencana, namu tidak pernah terlaksana. Dikarenakan keasyikan melihat lukisan, tanpa kusadari aku menyentuh pot bunga yang tersusun rapi di samping sebuah lukisan abstarak. ‘Hampir”, gumamku sambil menahan pot supaya tidak jatuh. Setelah pot bunga kutahan dan sedikit lebih tenang, kutinggalkan lukisan abstrak tersebut, dan kulihat kembali pot bunga yang hampir jatuh. 

Aku berjalan perlahan menuju ruangan miting, aku merasakan apa yang terjadi barusan diamati sepasang mata, tapi siapa? Aku ingin menolehkan wajahku ke belakang  koridor lantai lima ini, ada perasaan kecut, dan rasa ingin tahu, akhirnya kuabaikan. Iiiih,, penasaran ingin tau siapa, tapi jarum jam di tanganku sudah menunjukkan pukul 8.45, lima belas menit lagi rapat akan dimulai. Aku duduk di kursiku semula.

Sesaat aku menghenyakkan tubuhku di kursi, pintu ruang rapat dibuka, dan kulihat pak Hendro bergegas berdiri dan beranjak dari kursinya berjalan menuju pintu, menyabut dengan ramah pria berbadan besar yang berkulit cerah, ku tatap matanya, ya..walaupun tak besar bola matanya tajam menyapa setiap orang dengan pancaran senyum ramah, aku selalu katakan, mata kita bisa tersenyum, dan itu akan menjadi perdebatan aku dan Dini. 

Kuperkirakan umur pria paruh baya ituberusia 56 tahun dan aku yakin dialah Mr. Song Dhu Koen, dan kamu  jangan heran, tentu aku maasih memperkirakan, karena aku belum pernah berjumpa dengan bos besar ini. Dibelakangnya berdiri dua orang laki-laki yang kuperkirakan pengawalnya, ditilik dari postur tubuhnya yang tegap, bagaikan banteg. Dari kejauhan aku melihat seorang pria yang berjalan bergegas, dan sedikit berlari menyusul rombongan kecil ini, dan aku merasa pernah melihatnya, dimana yaaa, aku mecoba untuk mengingat kembali. 

Mr. Song Dhu Koen melangkah menuju kursi utama yang disediakan untuknya, dan dua orang pengawalnya duduk disamping kiri sejajar dengan pak Hendro, sedangkan pria yang kulihat berjalan bergegas duduk disamping kanan Mr. Song Dhu Koen, berjarak 3 kursi sebelah kiri dariku, rambutnya lurus dan acak acakan,tubuhnya atletis dengan mata tajam dan sedikit lebih terbuka lebar dibandingkan mata temannya yang lain, memakai jins dipadankanya dengan kemeja hitam, kontras banget dengan dasinya yang biru muda,dia menatapku dan menganggukkan kepalanya, aku hanya tersenyum sekilas. 

Rapat dimulai oleh pak Hendro dengan memperkenalakan rombongan dari Korea Selatan ini pada kami yang hadir di ruangan rapat. Aku kagum dengan kemahiran bahasa Inggris pak Hendro, lancar dan supel ketika dia berbicara, sangat menguasai. Kulihat Mr. Song Dhu Koen mengangguk-angguk, ternyata dua orang pria yang aku perkirakan pengawal si Bos besar, ternyata salah,heheheh.. mereka adalah piminan cabang di Jakarta dan Kalimantan, sedangkan si kucel ini belum diperkenalkan, kalau ditilik wajahnya mirip dengan Mr. Song Dhu Koen. Saat diperkenalkan oleh pak Hendro nama mereka tidak kucatat dan tidak kuhapal, susah sih menghafal nama mereka, nanti kutanya ada sekretaris pak Hendro.

Setelah memperkenalkan rombongan dari Korea, secara bergiliran kami diperkenalkan oleh pak Hendro, satu persatu tugas dan tanggung jawab serta program yang akan dilaksanakan, full bahasa Inggris guys,,, keram dan kebas juga bibir dan lidahku….hhihihihihi, aku sedikit gugup pada awalnya, semua mata memandangku, 

Semua materi yang ada di laptop sudah kupaparkan dan tinggal menunggu tanya jawab dan diskusi dengan para petinggi perusahaan ini. Aku berfikir tentu yang akan mengajukan pertanyaan adalah Mr. Song Dhu Koen, ternyata bukan. Si kucel menatapku tajam dan dipersilahkan Mr. Song Dhu Koen bertanya beberapa program yang aku rencanakan dan jika ada kendala apa yang harus aku lakukan dengan timku.

Dalam hati aku bertanya, siapa sih dia? Waktu diperkenalkan tadi dia sebagai apa sih? Haiyaaaa… aku blingsatan ketika dia tersenyum melihatku dan mengucapkan “selamat siang, jika kendala produksi step 3 terkendal apa yang harus ibu lakukan, dan tolong dijelaskan program ibu selanjutnya pada saya” …lha!!! Tadi aku menjelaskan semua program dengan bahasa Inggris, ketika dia bertanya memakai bahasa Indonesia, lalu? Aku harus jelaskan dengan bahasa Inggris atau bahasa Indonesia ya?..baik, keusilan ku tergelitik untuk menjelaskan program alternatif ketika kendala yang aku hadapi dengan tim. Aku menggunakan bahas Indonesia dengan baik dn benar, dan sedikit lebih cepat ritmenya, ku lihat dia sepertti mecoba untuk memahami, namun Mr. Song Dhu Koen meminta aku untuk menjelaskan dalam bahasa Inggris, nah lho!,,rasain gumamku dalam hati,..hihihihhi. Aku melanjutkan program alternatifku berikutnya dengan menggunakan bahasa Indggris, dengan resiko lidah ku keram. (Lasia Kabran). 

Posting Komentar untuk "KOREANSAN 5"