Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pencari Ketam

Telah satu bulan aku menjadi warga kampung Desa Sukajadi. Udara pagi di awal bulan Februari masih diselimuti kabut dan embun yang selalu diakhiri dengan sengatan matahari tepat pukul 11.00. Musim yang tak menentu, malam desa ini diguyur hujan lebat, bagaikan air yang ditumpahkan dari langit. Beberapa hari ini hujan tiada henti turun, minimal 1 jam sehari. Kulihat penduduk sudahpun bersiap siap dengan bencana alam  tahunan ini. Inong muridku yang suka becerita menuturkan keriangannya jika banjir akan tiba. Aku hanya termangu mendengar riuhnya dia bercerita. 

Matahari pagi ini langsung masuk dari jendela kelas menyinari tepat di meja murid yang berjejer dibalik jendela. Hangat dan menyegarkan, namun tidak bagi muridku, mereka gelisah kepanasan. Suasana kelas cerah dengan adanya sinar mentari pagi, namun suasana cerah itu hanya sebentar, mendung tetiba datang dan guyur hujan lebat menerpa atap kelas. Suara gaduh seng ditimpa air hujan mempengaruhi proses belajar mengajar. Suaraku kalah dengan suara air hujan.

Hujan masih lebat, ketika jam belajar anak-anak berakhir. Sebahagian mereka bersorak dan berlari menyongsong air hujan dan berlari ke rumah  masing-masing. Inong, Alien, dan Intan menemaniku di kelas sambil mengoreksi tugas matematika yang dikerjakan mereka . Inong asik bercerita tentang banjir dan keinginannya  sampan hingga ke ceruk phon bakau. Alien menimpali dengan keinginannya untuk menikmati ketam hasil tangkapan Inong selama banjir melanda. (Lasiakabran) 

1 komentar untuk "Pencari Ketam"

  1. Semangat belajar Inong, Alien, dan Intan. Senantiasa temani guru kalian yg baru sebulan di musim hujan pembawa berkah ini ya...

    BalasHapus