Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mencangkung

 

 

Di desaku malam Jumat ini sangat ditunggu- tunggu warga. Karena pada malam hari anak- anak diizinkan untuk keluar rumah dan bermain di surau. Orang tua akan beramai- ramai ke masjid mendengarkan pengajian dan wirid Yasin, sebagai anak Melayu masjid adalah tempat pertama kami belajar dan bermain. Makku selalu bilang padaku jika mau ke surau, "Atan dikau jangan degil di surau tu, tak boleh gaduh," dan itu akan selalu kuingat.

Melintasi rumah Bu Zulaikha merupakan keberuntungan bagi kami jika beliau ada. Karena kami selalu diberikannya makanan buatannya sendiri, biasanya kue bolu yang jarang kami cicipi jika tidak dari rumah beliau. Malam ini kami lihat rumah Bu guru tertutup dan tak ada cahaya dari dalam rumah. Rusdi katakan padaku bahwa bu guru ke Pekanbaru, mengunjungi ayahnya.

Ada perasaan tak enak melihat gelap rumah Bu guru. Kudekati rumahnya, Rusdi mengguncang suluhnya agar lebih besar lagi nyalanya api. Dan kami dapat melihat dengan jelas di belakang rumah Bu zulaikha berbatas dengan hutan karet dan beberapa batang durian milik warga, gelap dan menyeramkan. Aku melihat ada bayangan hitam sekelebatan, dan ada hempasan angin menerpa wajahku, kemudian bunyi dentaman di tanah yang mengejutkanku. Tiba- tiba begidik bulu romaku, reflek aku berlari lintang pukang sambil berteriak hantu. Di depan rumah Bu Zulaikha aku berpapasan dengan bang Husin, pegawai kades yang tidak percaya ada hantu dan mengajakku untuk melihat asal mula bunyi hantaman di tanah. Bayangan hitam yang kulihat ,tak bergerak tetap duduk mencangkung, bang Husin guncang suluhnya dan nyala suluh itupun semakin terang, ternyata bayang hitam yang kukira hantu adalah Rusdi sedang menikmati durian sambil mencangkung. { Lasia kabran}

Posting Komentar untuk "Mencangkung"