Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Banjir keling


Puskesmas Kecamatan  berjarak 20 km dari sekolahku, dan hari ini aku merencanakan untuk ke dokter umum. Sudah tiga hari sela-sela jariku seperti kena eksim. Banjir yang surut membuat halaman rumahku berlumpur, banjir ketika air pasang dan bulan purnama  masih ada, penduduk menyebutnya banjir keeling. Tanah lembab dan becek, kakiku terasa perih dan gatal, dan hanya aku yang menderita iritasi ini.

Kakiku yang  alergi dengan kelembaban tanah becek akibat air pasang  membuatku tak nyaman memakai sepatu ketika mengajar, dan ini harus segera ke dokter, batinku. Sesampai di Puskesmas aku mendaftar dan mendapatkan nomor antri ke 7, sementara saat ini pukul 10 pagi, jam istirahat muridku akan selesai 10.15’. Ada kegelisahan , takut terlambat jika aku mendapat antrian yang lama, namun aku terus menunggu nomor urutku dipanggil. Membunuh rasa bosan aku membaca buku novel AA Navis, Rubuhnya Surau Kami. Sangkin asyiknya aku membaca, tanpa kusadari ada pria duduk di sampingku. kulihat dari sudut mataku sepatu boot coklat, biasanya ini digunakan karyawan lapangan Stanvac.

Koran yang menutupi wajahnya tersibak ketika angin menerpanya, dan pembaca Koran itu Husin. Lelaki masa laluku.” Intan memberi tahuku, bahwa kamu ke Puskesmas, aku khawatir honey” kalimat yang dituturkanya membuat sekujur tubuhku membeku, debaran aneh itu menyusup kerelung hatiku. Aku menjelaskan bahwa tak ada yang perlu dikhawatirkan, aku hanya alergi air pasang keling yang menggenangi halaman rumahku.(lasiakabran) 

1 komentar untuk "Banjir keling"

  1. Mantaaaap... Ternyata bukan Orang Keling aja yang ada, banjir juga ada yang keling...😅

    BalasHapus