Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tiupan Cinta


Jarum jam di arlojiku menunjukkan pukul 17.30, dan aku masih diruangan berukuran empat kali tiga, sejuk dengan hembusan AC yang tiada henti. Begidik aku membayangkan senja ini masih di ruangan yang dingin, dan selalu ada perasaan sendu dan merindu setiap serap senja di kantor.

Ada suara gesekan kertas dan bunyi mesin printer di ruangan operator. Kulihat dari sela pintuku ada Fadli dan Ali yang menyelesaikan tugasnya. Mereka berjanji akan menyelesaikan data yang harus diinput sore ini. Dan aku meminta hard copynya. Teman kerja yang solid.

Kulihat lampu taman di luar ruanganku sudah menyala halaman kantor yang maha luas. Adzan Maghrib sudah berkumandang. Aku bergegas berwuduk dan ingin sholat Maghrib ke mushala yang berdekatan dengan ruanganku, kulihat Ali dan Fadhli mengiringi jalanku dari belakang. Dari kejauhan aku lihat sosok tinggi besar yang tampan menantiku di lorong foto copy, dia yang selalu kurindukan merengkuhku dalam pelukannya. Dan aku merasakan kehangatannya, serasa melayang, dia bebisik sembari  meniupkan rayuan cintanya ditelingaku. 

Aku tersadar dari rasa hampa ketika  sayup kudengar suara Ali berzikir menyebut namaku, beberapa jemaah wanita mengelilingiku, aku terbaring lemas di mushalla. Temanku Sri menjerit histeris. "Lorong ini perlu disemah, kemarin Ridho, sekarang kamu La" ucap Amel  lirih.(lasiakabran) 

Posting Komentar untuk "Tiupan Cinta"