Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

LIMBAH


Sudah dua bulan ini aroma angin senja tak sesegar angin laut yang selalu kami nikmati di kampung Sukajadi yang terletak di pesisir garis tanah pulau Sumatera. Senja menjelang maghrib aroma ini datang lagi, berbau tak sedap dan menimbulkan rasa mual dan efek pusing kepala. 

Rumah panggung yang aku sewa berjarak 300 meter dari bibir pantai, dan tepat dibelakan rumah ada parit besar sebesar anak sungai yang mampu menampung perahu nelayan yang akan bermuara di laut Bengkalis. Pak Junai yang menambatkan perahunya mengomel sambil mengeluarkan sumpah serapahnya pada perusahaan karet yang menghasilkan aroma tak sedap ini.

“Bu guru” sapaan ini menghentikan langkahku menuju kedai Suan, satu satunya kedai kelontong di desa ini.  Mak Mida melongokkan kepala dari jendela rumah panggungnya, janda tua pemilik rumah sewaku. 

Beliau memesan Bodrek obat segala macam penyakit. Kepalanya pusing, perutnya mual dan aku sarankan dia banyak minum air hangat, dan meminta bujang mengambilkan kelapa muda di belakang rumahnya.

Perjalananku pagi Senin ke balai Desa dengan mendayung sepeda lebih laju lagi. Ini sudah tak dapat dibiarkan. Desa ini sudah tidak aman untuk ditinggali, jika aroma limbah getah ini masih terhidu setiap  hari. Sudah banyak keluhan rakyat di desa ini, namun petinggi desa ini hanya diam, senyap tanpa reaksi. 

Sesampai di halama Balai Desa bergegas aku menuju ruangan kepala Desa. Kuceritakan semua keluhan masyarakat, dan Kepala Desa hanya merunduk, katanya beliau sudah lapor ke Kecamatan. Sudah berkali-kali, dengar kabar toke pabrik getah itu sahabat baik pak Camat.(lasiakabran) 

Posting Komentar untuk "LIMBAH"